CERPEN LAGI-LAGI BUKU

Cerpen : Sokat


foto komik

“Huuh… kok buku melulu sih!” gerutu Adit saat ia membuka hadiah ulang tahunnya dari kedua orang tua dan kakaknya. “Kenapa tidak seorang pun yang memberiku mainan? Itu kan jauh lebih menarik!”
Ibu yang kebetulan masuk ke kamar Adit bingung melihat raut masam dan tidak bergairah di wajah putra bungsunya itu.
“Ada apa, Dit?” tanya Ibu. “Sepertinya kamu lagi kesal begitu.”
Adit hanya merengut sambil membereskan sisa kertas pembungkus kado yang berceceran.
“Oh, kamu tidak suka, ya dengan hadiah-hadiah itu?” lanjut Ibu.
“Bukannya tak suka, Bu,” jawab Adit. “Adit cuma bosan tiap ulang tahun selalu saja dapat hadiahnya buku, apa tak ada yang lain?”
“Lho, bukankah dengan begitu koleksi bacaanmu jadi bertambah?”
“Iya, tetapi saat ini Adit ingin sekali mendapat hadiah mobil-mobilan remote control.
Ibu tersenyum. “Jadi itu toh yang membuat wajahmu masam?” tukas Ibu. “Seharusnya kamu bilang bahwa ingin diberi hadiah mobil-mobilan biar tidak menjadi kecewa.”
“Kalau mesti bilang dulu nantinya malah tidak jadi kejutan lagi dong!”
“Habis mau bagaimana lagi? Sekarang kan sudah terlanjur,” lanjut Ibu. “Jika kamu masih menginginkan mobil remote control itu berarti mesti menunggu ulang tahunmu yang akan datang.”
“Wah, itu sama saja dengan tahun depan diberinya, terlalu lama, Bu.”
Ibu tersenyum dan mengangkat bahu seraya melangkah keluar kamar meninggalkan Adit yang masih ingin protes. Namun, Adit tak jadi mengejar Ibu, karena mendadak ia sudah teringat akan sesuatu. Buru-buru saja ia membereskan kamarnya dan langsung bergegas.
“Kamu mau kemana?” tegur Ibu yang sudah berada di teras.
“Mau ke rumah Doni, Bu. Ada janji sama teman-teman mau main mobil-mobilan remote control.”
Ibu mengangkat alis matanya. “Tapi, kamu kan tidak punya mobil-mobilannya?”
“Ya, Adit cuma menonton saja, nanti kalau sudah ada yang capek baru deh Adit pinjam mobilannya.”
“Aduh…, kasihan sekali anak Ibu,” goda Ibu.
“Makanya Ibu belikan Adit juga. Biar Adit tidak cuma jadi penonton melulu,” rajuk Adit.
“Iya deh, nanti Ibu belikan…, tahun depan, ya?”
Adit merengut lagi dan segera meninggalkan Ibu yang masih penuh dengan senyum menggoda.
Rumah Doni hanya berjarak sepuluh menit berjalan kaki dari tempat Adit. Halamannya luas sehingga cukup buat tempat balapan mobil remote control. Tetapi, ketika Adit sampai di sana tak ada seorang anak pun yang terlihat di halaman.
Dari pembantunya Doni yang ditemuinya di teras, Adit tahu kalau anak-anak lain dan Doni sedang ada di dalam. Adit langsung saja masuk dan menemui Doni, Andi, dan Bobi yang sedang asyik menyaksikan film kartun Spider-Man di televisi.
“Kok tidak main balapan mobil?” tanya Adit yang sudah ada di tengah mereka.
“Ssttt….” sambar Andi dengan telunjuk di bibir, memotong perkataan Adit. “ Jangan berisik!”
Mata Doni, Andi, dan Bobi terus tertuju pada aksi Spider-Man yang sedang bergelantungan dengan jaring laba-labanya di antara gedung-gedung tinggi kota New York. Semuanya serius menyimak pengejaran Spider-Man terhadap musuh-musuhnya hingga tayangan iklan menyela.
“Kita main mobil-mobilan saja, yuk!” ajak Adit lagi.
“Maaf, Dit,” tukas Doni sesudah meneguk air es dari gelasnya. “Tadi kita sudah pada balapan, kamu saja yang datangnya telat.”
“Benar, Dit,” lanjut Andi. “Sekarang kita tinggal nonton film.”
“Dan makan,” timpal Bobi.
“Kalau begitu boleh tidak aku meminjam mobilanmu, Don?” tanya Adit.
“Besok saja deh, Dit, kita barengan mainnya,” elak Doni.
“Ya, sudah. Kalau begitu aku pulang saja deh,” ucap Adit.
“Kamu jangan marah begitu dong, Dit,” Doni merasa tidak enak.
“Aku tidak marah, tapi aku datang ke sini cuma ingin main mobil-mobilan.”
“Kenapa tidak nonton film saja,” usul Bobi. “Atau kamu tidak suka, ya dengan film Spider-Man ini.”
“Bukan begitu. Aku juga suka dengan Spidey, lagipula koleksiku sudah banyak sekali.”
“Koleksi? Memangnya kamu memiliki koleksi apa?” tanya Doni.
The Amazing Spiderman.”
“Ah, yang betul? Kamu punya komik itu?” Doni masih tidak percaya.
“Masak sih aku bohong. Kakak dan orang tuaku selalu memberiku hadiah buku. Kadang komik, dongeng, kumpulan cerita. Pokoknya macam-macam deh,” jelas Adit.
“Jadi kamu punya banyak komik?” susul Bobi.
“Lumayan. Selain Spider-Man, ada juga Batman, Superman, Tin-tin, Lucky Luke, X-Men, dan cerita-cerita wayang.”
“Aku boleh pinjam tidak?” seru Doni.
Adit berpikir sejenak. “Bagaimana ya….”
“Sebentar saja. Nanti juga aku kembalikan lagi dan aku jamin tidak bakal hilang atau rusak.”
“Iya, Dit, aku juga mau pinjam kalau boleh,” sambung Andi. Bobi juga ikut-ikutan.
Adit manggut-manggut. “Aku rasa tak ada salahnya meminjamkan kalian komik-komik milikku. Asal dijaga saja.”
“Pasti itu!” seru ketiganya.
“Tapi…, bagaimana kalau aku juga boleh meminjam mobil-mobilan milik kalian?” usul Adit.
Ketiga anak itu bengong, saling memandang. Kemudian serempak mereka tersenyum tanda setuju.
Maka setelah film Spider-Man di tv usai, keempat anak itu bergegas ke rumah Adit. Doni, Andi, dan Bobi sudah penuh dengan semangat untuk membaca komik milik Adit. Sedang Adit sendiri begitu gembira bakal dapat bermain mobil-mobilan remote control yang dipinjam dari ketiga anak itu.
Adit tersenyum sendiri. Ada gunanya juga kedua orang tua dan kakaknya selalu memberinya hadiah berupa buku, pikirnya sambil terus melangkah.

***
(Bobo Tahun XXXII, 17 Februari 2005)



Comments

Popular posts from this blog

THE COFFEE BEAN SHOW (Trans TV - 2008)

Cara Mudah Membangun Struktur Skenario Bernilai Jual

CAMERA CAFE (Metro TV - 2008)