Gambar Anto
Cerpen : Sokat Rachman
Hari itu, kelas V B mendapat pelajaran menggambar dari Pak Tino. Pelajaran yang paling disukai oleh Anto. Apalagi Pak Tino selalu memberi contoh untuk menggambar dari satu bentuk benda.
“Sekarang kita menggambar kucing dari
bentuk lingkaran,” kata Pak Tino memulai pelajarannya.
“Lingkaran kecil atau besar, Pak?” tanya
Anto sambil mengangkat tangan.
“Kalian boleh memakai keduanya,” jelas
Pak Tino.
Lingkaran yang besar itu pun menjadi
badan kucing setelah diberi bentuk kaki dan ekor. Semua anak senang dengan
hasilnya.
“Kalian boleh mewarnai kucing itu sesuai
selera kalian,” tambah Pak Tino.
Anto mewarnai kucingnya dengan warna
biru. Pak Tino yang melihat hal itu langsung bertanya.
“Kenapa kamu memberi warna biru pada
kucingmu?” tanya Pak Tino.
“Supaya tidak tertukar dengan kucing
milik Imung berwarna hitam,” jawab Anto sambil tersenyum malu.
“Bagus, bagus,” ucap Pak
Tino sambil manggut-manggut tersenyum.
Anto semakin senang. Dia pun segera meneruskan gambarnya.
“Bagi yang sudah selesai boleh
dikumpulkan,” kata Pak Tino beberapa saat kemudian.
Anto dengan semangat membawa gambarnya ke meja Pak Tino.
Begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Dan begitu pulang, Anto segera memamerkan hasil karyanya
pada mamanya di rumah.
“Apa itu, Anto?” tanya Mama tak
mengerti.
Sambil tersenyum, Anto membuka lembar
kertas gambar yang digulungnya.
“Ini gambar kucing buatan
Anto.”
Dengan dahi berkerut, Mama memperhatikan
kertas gambar yang dibentangkan Anto.
“Kok warnanya biru?”
kata Mama.
“Kalau warnanya hitam itu kucing punyanya Imung,” jawab Anto.
“Kamu dapat nilai A?”
tanya Mama.
“Iya.”
“Hebat anak Mama,”
seru
Mama sambil mengucek-ucek kepala Anto.
“Anto boleh memajang gambar ini, Ma?”
tukas Anto kemudian.
“Untuk apa?” tanya Mama heran.
“Biar
orang lain yang datang bisa melihat gambar Anto.”
“Kau mau taruh dimana?”
Anto menoleh pada satu dinding ruang
tamu. “Dekat foto Anto, ya,
Ma.”
“Terserah kau saja.”
Anto tersenyum senang. “Anto akan minta
Papa untuk membelikan bingkai untuk gambar ini.”
Mama hanya geleng-geleng kepala melihat
anak lelaki semata wayangnya yang melangkah meninggalkannya.
***
Selang beberapa hari,
saat mama masuk kedalam kamar Anto, Mama langsung terhenyak. Matanya terbelalak
lebar menatap ke satu dinding kamar.
Dinding berwarna putih di samping tempat
tidur Anto tidak lagi kosong seperti biasa. Kini,
di dinding itu sudah ada bermacam gambar dengan
beraneka warna pula.
Ada gambar gunung dengan sawah dan
matahari. Juga ada gambar mobil yang berderet memanjang. Di sampingnya,
terdapat gambar laut dengan perahu nelayan yang berwarna-warni. Di sebelahnya
lagi, ada gambar hewan yang mirip kuda sedang berdiri dengan kaki depan yang
terangkat ke atas.
Mama melihat semua gambar itu dengan
perasaan yang campur aduk antara kesal dan marah.
“Anto!!!”
geramnya.
Mama pun tak jadi membereskan kamar Anto.
***
“Pokoknya Mama tidak suka melihat
kamarmu kotor seperti itu!” tukas Mama begitu Anto pulang dari sekolah.
“Tapi….”
“Mama sudah membelikan buku gambar buat kamu menggambar!”
“Tapi….”
“Tidak ada tapi-tapian,” potong Mama. “Kamu harus membersihkannya! Titik.”
Anto hanya bisa diam. Sejak itu semangat
Anto untuk menggambar hilang sama sekali. Saat pelajaran mengambar di sekolah
pun Anto tak membuat gambar.
“Kenapa kau tidak menggambar, Anto?”
tanya Pak Tino.
“Malas,
Pak,” jawab Anto.
“Itu tidak bagus, Anto,” lanjut Pak Tino.
Tapi Anto memang sudah benar-benar tak lagi ingin menggambar.
Itu berlangsung sampai di satu
Minggu pagi.
“Anto!!!”
Anto terbangun kaget
oleh suara papanya.
“Papa punya sesuatu untukmu,” tukas
Papa.
Dengan malas, Anto bangkit dari tempat
tidur dan mengikuti langkah Papa. Mereka menuju halaman belakang.
“TRENEEEEEENG!!!”
ucap Papa semangat sambil menunjuk ke tembok pagar halaman yang membatasi
dengan rumah tetangga.
Anto termangu tak mengerti.
“Lihat tembok putih itu?” tanya Papa.
Anto manggut.
“Sekarang kau bisa sepuasnya menggambar
di sana!” seru Papa.
“Dan ini perlengkapan yang kau
butuhkan,” kata Mama yang tiba-tiba datang membawa crayon dan cat air.
Mata Anto berbinar cerah. Dia langsung
memeluk Papa dan Mamanya.
Sejak saat itu, Anto semangat lagi untuk
menggambar. Kalau tembok itu sudah penuh oleh gambar yang
dibuatnya, papanya
akan mengecatnya dengan warna putih. Dan Anto akan kembali menghias tembok itu
dengan gambar-gambarnya. Mamanya pun tak lagi
marah.
*****
Nusaindah9
(Bobo No. 02/ tahun XL/ 19
April 2012)
Comments
Post a Comment