Mawar Berduri [part3 - Tamat]


Namun, Bobby tetap semangat. Kegagalan kemarin adalah kesuksesan di hari ini. Begitu pedoman hidupnya. Maka, dia mencari cara. Berpikir. Hingga menemukan ide cemerlang untuk dijalaninya demi bertemu kembali dengan Mawar. Maka, dia menemui Romli di kios bunganya di bawah stasiun kereta Cikini.
“Mau kondangan kemana?” tanya Romli heran melihat penampilan Bobby dengan baju kotak-kotak warna biru dan dimasukkan ke celana kain warna coklat tua. Serta sneaker warna hijau dan rambut rapi lengket disisir ke samping.
“Bukan kondangan, mau kencan!” sahut Bobby semangat.

“Sama siapa?” tanya Romli ragu.
Bobby tersenyum.
“Mawar?”
Bobby mengangguk.
“Udah jadian?”
“Baru akan!”
“Halah,” Romli menarik napas.”Belom jelas?”
“Bakal jelas!”
“Gimana?”
“Begini,” ucap Bobby sambil membisikkan sesuatu ke telinga Romli.
“Apa?”
“Cuma sebentar,” bujuk Bobby.
Romli diam berpikir. Lalu, dia mengeluarkan kunci motor dan menyerahkannya pada Bobby beserta STNK-nya.  Setelah meminjam juga dua buah helm dan minta modal beli bensin, Bobby menuju toko roti.
Sesampai di depan toko roti, Bobby memarkirkannya di trotoar jalan. Mulyono menghampiri begitu Bobby membuka helm.
“Ini baru keren,” tukas Mulyono tersenyum senang. “Dari pada bengong.”
Bobby bingung dengan maksud perkataan Mulyono.
“Bengong gimana?” tanya Bobby.
“Iya, dari pada bengong kan bagusan elu ngojek gitu,” celoteh Mulyono.
“Siapa yang ngojek!” sembur Bobby. “ Saya mau jemput Mbak Mawar!”
Mulyono diam dan pergi kembali tempat duduknya. Bobby mendengus kesal dan duduk menunggu di atas sepeda motor. Beberapa saat kemudian, Mawar pulang. Hari itu dia memakai kemeja putih yang pas di tubuh semampainya. Dan kaki jenjangnya terbalut jins hitam. Bobby tersenyum menyambutnya.
“Hai, masih inget saya?” Sapa Bobby.
“Hai.”
“Saya, Bobby.”
“Mawar.”
“Saya anter pulang, ya?” ajak Bobby, “dari pada naik bis!”
Mawar tersenyum. Sebuah sedan berhenti di pinggir jalan. Kaca jendela depannya terbuka. Seorang cowok menoleh pada Mawar.
“Mawar, bareng yuk!”
Mawar berpaling pada cowok di dalam mobil dan tersenyum. Dia masuk ke dalam mobil. Segera mobil itu pergi. Bobby yang memegang helm tak bisa bicara. Seorang lelaki pekerja bank di sebelah toko roti mendekatinya.
“Ojek, Bang!” ucapnya.
Bobby berpaling pada lelaki itu dan mendengus kesal dengan mata melotot.
“Gua kagak ngojek!” seru Bobby kesal
Lelaki itu terlonjak kaget dan beringsut pergi. Bobby memang kesal setengah mati. Tapi itu tak berlangsung sampai berhari-hari. Pada satu kesempatan, dia pun janjian untuk ke rumah Mawar.
Hal itu terjadi, setelah Bobby berhasil memperbaiki handphone milik Mawar. Bukan Bobby yang memperbaikinya, tapi temannya yang punya toko handphone di Pasar Kenari. Tetapi, Mawar hanya tahu kalau yang memperbaiki handphone-nya adalah Bobby.
Maka sore itu dengan naik taksi dia sampai di rumah Mawar di daerah Cawang. Bukan rumah sebenarnya, sebab Mawar hanya mengontrak rumah itu. Tapi, Bobby tetap senang, sebab harapannya menjadi nyata. Di rumah itu, Bobby bertemu Zidan anak Mawar yang berumur sepuluh tahun dan selalu dititipkan di tetangganya saat Mawar kerja.
“Sebenarnya dia bukan anakku,” ungkap Mawar setelah Zidan pamit bermain di luar rumah. “Aku mengadopsinya dari panti asuhan.”
Bobby bengong.
“Suamimu?” tanyanya tertahan.
“Siapa yang punya suami!” cetus Mawar tersenyum menggoda.
Dada Bobby menjadi plong. Rupanya cerita soal Mawar yang janda tidak benar. Dia menyumpahi Mulyono, si tukang parkir yang sok tahu.
“Syukurlah kalo gitu,” ucap Bobby dengan senyum penuh harapan.
“Kenapa?” tanya Mawar heran melihat Bobby senyam-senyum padanya.
“Nggak apa-apa.”
“Ya, sudah pulang sana,” kata Mawar. “Nanti ibumu nyariin!”
 “Aku udah dewasa, Mbak!” protes Bobby. “Udah pantes nemenin Mbak Mawar!”
“Ngelantur!” tukas Mawar sambil berdiri. “Sebentar, aku ambil minum.”
Setelah Mawar ke ruang dalam. Bobby melihat-lihat ruang tamu. Dia mengambil album foto yang ditumpuk di sudut lemari kaca. Dia membuka album itu. Isinya lebih banyak foto Mawar dan Zidan. Di satu bagian foto, terdapat foto yang ditumpuk di belakang foto Mawar yang memakai bikini di pantai.
Bobby penasaran dan menarik foto itu keluar. Foto seorang lelaki. Wajahnya tampan dengan badan atletis. Dada Bobby berdebar. Dia menebak itu foto pacar Mawar. Darahnya bergejolak. Mawar datang dengan membawa dua gelas sirup dingin dan diletakkan di meja.
“Ayo diminum!”
Bobby kembali ke sofa dan menaruh foto lelaki itu di meja dekat gelas sirup.
“Ini pacarmu?”
Bobby melihat Mawar terkejut. Tapi hanya sesaat. Kemudian, Mawar mencoba tersenyum. Bobby melihat kalau perempuan yang dicintainya itu menutupi sesuatu.
“Bukan,” jawab Mawar pelan.
“Adikmu?”
“Bukan.”
Bobby menghela napas. Dadanya makin kencang berdebar. Dia menatap Mawar yang seolah tak mau melihatnya.
“Jadi siapa dia?” lanjut Bobby.
Mawar menatap Bobby. Bobby seperti bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
“Itu aku.”

Bobby tercekat.
****

Comments

Popular posts from this blog

THE COFFEE BEAN SHOW (Trans TV - 2008)

Cara Mudah Membangun Struktur Skenario Bernilai Jual

CAMERA CAFE (Metro TV - 2008)