Mawar Berduri [part1]
Oleh : Sokat Rachman

“Aku nggak percaya!” seru
Romli mencibirkan bibirnya.
Bobby menatap Romli. Sementara Romli tak peduli, dia
menusukkan garpu kecil plastik pada roti bakar bertabur keju serut dari piring
kecil di meja dan memasukkannya ke mulut. Jalan simpang Raden Saleh di belakang
mereka sudah sepi menjelang tengah malam itu.
“Tapi itu emang nyata!” tukas Bobby sambil menggeser duduknya
ke pinggir dan melipat kakinya naik ke bangku kayu.
Romli menoleh pada Bobby dengan pandangan meremehkan. Dia tak
segera menanggapi ucapan Bobby. Tangannya malah menjemput gelas kopi hitam yang
masih mengepulkan asap di meja dan menyeruputnya.
“Aaaaaah,” desisnya menikmati kopi panas yang menyelusup ke
liang tenggorokannya.
“Kalo belom liat pasti nggak bakal percaya!” sungut Bobby.
“Dimana kenal dia?” tanya Romli masih sangsi.
“Aku dikasih tau sama tukang parkir di situ,” jawab Boby, “dia
udah lama jaga parkir di depan toko itu.”
“Namanya?”
“Mulyono.”
Romli menghela napas. “Aku tanya nama cewek itu, bukan tukang
parkirnya!” cetusnya.
Bobby tersenyum kecut.
“Kirain,” ucap Bobby kemudian. “Namanya Mawar.”
Romli menatap Bobby yang duduk di sampingnya.
“Namanya Mawar?” tanya Romli lagi mengerutkan kening.
“Iya, Mawar!”
“Mawar aja?”
“Bukan Mawar aja,” sanggah Bobby. “Mawar Puspaindah!”
Romli mengerutkan keningnya kembali. “Aneh,” ucapnya datar
sambil berdiri untuk mengambil tisuue yang ada di tengah meja. Kontan bangku
kayu yang diduduki Bobby di bagian ujung terbalik.
“Aaaaargh!
Bobby yang terjerembab di tanah. Romli dan tukang roti kaget
dan berpaling pada Bobby.
“Kamu kenapa?” tanya Romli tak merasa bersalah.
Bobby mendengus kesal sambil berdiri. Romli membenarkan letak
bangku kayu yang terbalik kembali seperti semula. Dia juga duduk di tempat
asalnya. Bobby ikut duduk lagi di samping Romli. Romli melirik pada Bobby.
“Kenapa mukanya ditekuk gitu?” ucap Romli.
“Kesel!” seru Bobby setengah berteriak.
Romli kaget. Tukang roti dan orang yang duduk di seputaran
gerobak dagang itu juga bingung. Mereka melihat pada Bobby. Beberapa saat,
Romli terdiam. Kemudian dia menoleh pada Bobby.
“Masih kesel?” tanya Romli penasaran.
“Sedikit,” jawab Bobby.
“Jadi gimana soal Mawar?” lanjut Romli bertanya.
“Apanya yang gimana?” balas Bobby.
“Cakep?”
Bobby berubah jadi tersenyum dan menunjukkan dua jempol
tangannya.
“Seksi?” tambah Romli.
“Pasti.”
“Apalagi?”
“Anaknya satu.”
“Hah?” seru Romli sambil melotot.
“Kenapa melotot?”
“Kamu nggak salah?”
Bobby menggeleng bingung.
“Mawar punya anak?” tanya Romli memastikan.
“Iya,” jawab Bobby.
“Jadi dia istri orang?” lanjut Romli.
“Bukan.”
Romli makin bingung. “Kok bukan?”
“Memang bukan.”
“Katamu udah punya anak?”
“Dia udah punya anak,” sahut Bobby, “tapi udah bukan istri
orang.”
“Janda?” lanjut Romli.
Suara Romli yang agak keras membuat semua orang yang ada di
warung roti bakar itu berpaling ke arah Bobby. Bobby jadi serba salah. Dia
hanya membalas tatapan orang-orang dengan senyum getir.
“Kamu aneh!” tukas Romli lagi dengan suara yang lebih pelan.
“Kok aneh?”
“Iya, emang nggak ada cewek yang seumuran kita yang bisa
ditaksir?”
“Itu bukan aneh!” cetus Bobby menumpahkan kekesalannya. “Itu
pilihan, dan aku milih Mawar!”
“Tapi, dia….?”
“Apa salahnya kalo janda?” kilah Bobby. “Aku cinta dia!”
Romli menghela napas. Dia menyeruput lagi sisa kopinya.
“Umur berapa?” tanyanya kemudian.
“Siapa?” balik Bobby bingung.
“Mawar!”
“36.”
“Beda enam belas taun sama kita!”
“Apalah artinya sebuah usia, kata Shakespeare!” tukas Bobby
sok tahu.
“Pfuah!” sembur Romli.
“Kenapa?”
“Sotoy kamu!” cetus
Romli. “Shakespeare nggak bilang gitu! Tapi apalah artinya sebuah nama!”
Bobby diam berpikir. Lalu,
“Sama aja,” ucapnya. “Intinya, kalo memang suka nggak usah
liat perbedaan!”
Bersambung... ke part 2
Comments
Post a Comment